10 Tari Tradisional Jawa Timur
1. Tari Gandrung Banyuwangi
Tari Gandrung Banyuwangi adalah tari daerah yang berasal dari
Banyuwangi Jawa Timur. Kata Gandrung sendiri berarti terpesona, yaitu
menggambarkan rasa pesona masyarakat Banyuwangi terhadap Dewi Padi yang telah membawa kesejahteraan kepada masyarakat. Oleh
karena itulah maka tari Gandrung Banyuwangi ini dahulu biasa dibawakan
setelah panen raya.
Tarian Gandrung Banyuwangi merupakan seni pertunjukan yang disajikan
dengan iringan musik khas perpaduan budaya jawa dan Bali. Tari Gandrung
dilakukan oleh seorang wanita penari profesional yang menari bersama
tamu (terutama pria) yang disebut dengan istilah pemaju
Gandrung sering dipentaskan pada berbagai acara, seperti perkawinan,
pethik laut, khitanan, tujuh belasan dan acara-acara resmi maupun tak
resmi lainnya baik di Banyuwangi maupun wilayah lainnya. Menurut
kebiasaan, pertunjukan lengkapnya dimulai sejak sekitar pukul 21.00 dan
berakhir hingga menjelang subuh (sekitar pukul 04.00)
Adapun kostum atau tata busana yang dikenakan oleh penari Gandrung Banyuwangi sedikit berbeda dengan penari jawa lainnya. Pakaian Tradisional yang dikenakan oleh penari Gandrung Banyuwangi sedikit dipengaruhi oleh pakaian Bali.
Busana untuk tubuh terdiri dari baju yang terbuat dari beludru berwarna
hitam, dihias dengan ornamen kuning emas, serta manik-manik yang
mengkilat dan berbentuk leher botol yang melilit leher hingga dada,
sedang bagian pundak dan separuh punggung dibiarkan terbuka. Di bagian
leher tersebut dipasang ilat-ilatan yang menutup tengah dada dan sebagai
penghias bagian atas. Pada bagian lengan dihias masing-masing dengan
satu buah kelat bahu dan bagian pinggang dihias dengan ikat pinggang dan
sembong serta diberi hiasan kain berwarna-warni sebagai pemanisnya.
Selendang selalu dikenakan di bahu. Sedangkan bagian bawah penari
Gandrung mengenakan kain batik dengan corak yang bermacam-macam.
Dibagian kepala dipasangi hiasan serupa mahkota yang disebut omprok
yang terbuat dari kulit kerbau yang disamak dan diberi ornamen berwarna
emas dan merah serta diberi ornamen tokoh Antasena, putra Bima yang
berkepala manusia raksasa namun berbadan ular serta menutupi seluruh
rambut penari gandrung.
2. Tari Reog Ponorogo
Reog Ponorogo merupakan kesenian dan tradisi dari Jawa Timur yang
merupakan seni tari yang dibawakan oleh beberapa orang pemain dengan
penari inti menggunakan topeng kepala singa yang diatasnya terdapat
makota bulu-bulu merak dengan berat topeng bisa mencapai 50 kg. Yang
unik dari Topeng singa Reog Ponorogo ini adalah bawa penari yang membawa
topeng seberat 50 kg tersebut mengandalkan kekuatan gigi.
Seni Reog Ponorogo terdiri dari 2 sampai 3 tarian
pembukaan. Tarian pertama biasanya dibawakan oleh 6-8 pria dengan
pakaian serba hitam, dengan muka dipoles warna merah. Para penari
ini menggambarkan sosok singa yang pemberani. Berikutnya adalah tarian
yang dibawakan oleh 6-8 gadis yang menaiki kuda. Pada reog tradisionil,
penari ini biasanya diperankan oleh penari laki-laki yang berpakaian
wanita. Tarian ini dinamakan tari jaran kepang atau jathilan.
3. Tari Remo
Tari
Remo merupakan tari tradisional yang berasal dari desa Ceweng,
kecamatan Diwek, Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Tari Remo merupakan
tarian untuk menyambut tamu kenegaraan, pembukaan acara kesenian dan
sebagainya. Pada awalnya tari remo ini merupakan tari pembuka pada
kesenian Ludruk. Tarian ini bisa dilakukan oleh seorang penari maupun
oleh beberapa orang penari.
Menurut sejarahnya, tari remo merupakan tari yang khusus dibawakan oleh
penari laki – laki. Ini berkaitan dengan lakon yang dibawakan dalam
tarian ini. Pertunjukan tari remo umumnya menampilkan kisah pangeran
yang berjuang dalam sebuah medan pertempuran. Sehingga sisi kemaskulinan
penari sangat dibutuhkan dalam menampilkan tarian ini. Namun, seiring
perubahan fungsi dari tari remo ini yang bisa dibawakan dalam rangka
penyambutan tamu, tarian ini menjadi lebih sering ditarikan oleh
perempuan, sehingga memunculkan gaya tarian yang lain: Remo Putri atau Tari Remo gaya perempuan.
Karakteristika yang paling utama dari Tari Remo adalah gerakan kaki yang
rancak dan dinamis. Gerakan ini didukung dengan adanya lonceng-lonceng
yang dipasang di pergelangan kaki. Lonceng ini berbunyi saat penari
melangkah atau menghentak di panggung. Selain itu, karakteristika yang
lain yakni gerakan selendang atau sampur, gerakan anggukan dan gelengan
kepala, ekspresi wajah, dan kuda-kuda penari membuat tarian ini semakin
atraktif.
Busana dari penari Remo ada berbagai macam gaya, di antaranya: Gaya
Sawunggaling, Surabayan, Malangan, dan Jombangan. Selain itu terdapat
pula busana yang khas dipakai bagi Tari Remo gaya perempuan.
4. Tari Jaranan Buto
Tari Jaranan Buto adalah tari tradisional yang berkembang didaerah Banyuwangi dan Blitar, Tari jaranan buto ini
dipertunjukkan pada Upacara iring-iringan pengantin dan khitanan. Tari ini menggunakan properti kuda buatan seperti halnya yang biasa kita dapati pada Kesenian Kuda Lumping, Jaran Kepang atau Tari Jathilan,
namun yang menjadikan Kesenian Jaran Buto berbeda adalah properti kuda
yang digunakan tidaklah menyerupai bentuk kuda secara nyata, melainkan
kuda tersebut berwajah raksasa atau Buto begitu pula dengan para
pemainnya yang juga menggunakan tata rias muka layaknya seorang raksasa
yang lengkap dengan muka merah bermata besar, bertaring tajam, berambut
panjang dan gimbal.
Tari Jaran Buto dibawakan oleh sedikitnya 16 - 20 orang pemain, dalam pementasannya diiringi alunan
musik seperti kendang, dua bonang, dua gong besar, kempul terompet,
kecer (seperti penutup cangkir) yang terbuat dari bahan tembaga dan
seperangkat gamelan. Tari Jaranan Buto
ini selalu menghadirkan atraksi yang mengagumkan, selain atraksi
kesurupan para penarinya seperti pada seni jaranan lainnya. Seni tari
jaranan buto dalam perkembangannya memiliki inovasi yang diantaranya
adalah variasi musik pengiringnya dan tata rias penarinya, kostum yang
dikenakan oleh penarinya mengalami inovasi begitu pesat setiap tahunnya.
Kesenian ini memiliki beberapa kisah (cerita) dan gerakan tari yang
berbeda-beda, sehingga hal ini menjadi sebuah pementasan yang unik.
Keunikan seni ini meliputi inti cerita, (sinopsis cerita) kostum penari,
dan iringan gamelan yang berbeda dengan kesenian jaranan secara umum.
5. Tari Reog Kendang
Tari Reog Kendang bisa disebut juga dengan Reog Tulungagung, karena tari tradisional ini berkembang di daerah
Tulunggagung dan sekitarnya. Sesuai dengan namanya yang mengandung kata kendang, para pemain reog kendang membawa alat yang serupa dengan kendang atau Tam-Tam (kendang
kecil yang digendong).
Pada awalnya Reog Kendang menceritak kisah tentang perjalanan para mantan Gemblak
mencari jati diri. karena perkembangan zaman, banyak versi cerita yang
di gunakan dalam pementasan.
Berawal pada banyaknya para Gemblak dari kadipaten Sumoroto
yang mencari jati diri ke kota tulungagung pada zaman kolonial belanda
untuk berkerja sebagai penambang batu marmer dan petani cengkih. Untuk
menghilangkan rasa penat setelah berkerja, di buatlah sebuah alat musik
sejenis ketipung yang hanya memiliki satu sisi untuk di pukul. karena
memiliki kesamaan dengan para gemblak lainnya, akhirnya dibuatlah sebuah
kesenian tersebut dengan tarian, Konon para Gemblak adalah para pemain
kuda lumping pada kesenian Reyog Ponorogo.
Pada awalnya, Reog kendang bernama tabuhan kendang. karena pada
perkembangan zaman, Tabuhan kendang di kaloborasikan menjadi satu dengan
Reog Kadiri (saat ini bernama Jaranan) yang merupakan sebuah hiburan
rakyat pada waktu itu, Selain itu Para Gemblak adalah mantan pemain
Reyog Ponorogo, maka dinamakanlah Reog Kendang yang khas dan tercipta di
kota Tulungagung.
6. Tari Glipang
Tari Glipang adalah sebuah tarian rakyat yang berasal dari Probolinggo Jawa Timur. Pada awalnya tari Glipang berasal dari kata Gholiban yang berasal dari kata bahasa Arab yang berarti kebiasaan. Tari Glipang memang menggabarkan kebiasaan-kebiasaan masyarakat Probolinggo yang lama-kelamaan menjadi tradisi. Pada awalnya tari glipang dibawa oleh seseorang dari Madura yang bernama Seno atau lebih dikenal Sari Truno dari Desa Omben Kabupaten Sampang Madura. Sari Truno membawa topeng Madura tersebut untuk menerapkan di Desa Pendil, Probolinggo. Akantetapi masyarakat Desa Pendil sangat agamis, sehingga menolak adanya
topeng Madura tersebut dengan alasan karena didalamnya terdapat alat musik
gamelan. Pada akhirnya kesenian tersebut dirubah menjadi Raudlah yang artinya
olahraga. Sehingga sampai sekarang tari glipang ini menggambarkan betapa gagah dan terampilnya para pemuda
yang sedang berlatih olah keprajuritan
7. Tari Gembu/Gambu
Seperti halnya tari Glipang, Tarian Gembu/Gambuh menggambarkan prajurit yang berlatih perang dengan berbekal
senjata keris dan perisai kecil. Tarian ini digunakan untuk menyambut tamu
agung dan para raja di daerah Sumenep, Madura.
Dahulu tarian Gembu/Gambu lebih dikenal dengan Tari
keris, dalam catatan Serat Pararaton tari Gambu disebut dengan Tari Silat
Sudukan Dhuwung, yang diciptakan oleh Arya
Wiraraja dan diajarkan pada para pengikut Raden
Wijaya kala mengungsi di keraton Sumenep. Tarian tersebut pernah
ditampilkan di keraton Daha oleh para pengikut Raden Wijaya pada perayaan Wuku
Galungan yang dilaksanakan oleh Raja Jayakatong dalam suatu acara pasasraman di
Manguntur Keraton Daha yang selalu dilaksanakan setiap akhir tahun pada Wuku
Galungan. Para pengikut Raden Wijaya antara lain Lembusora, Ranggalawe dan Nambi diadu
dengan para Senopati Daha yakni Kebo Mundarang, Mahesa Rubuh dan Pangelet, dan
kemenangan berada pada pengikut Raden Wijaya.
Tari Keris ciptaan Arya
Wiraraja ini lama sekali tidak diatraksikan. Pada masa kerajaan
Mataram Islam di Jawa yakni pada pemerintahan Raden Mas Rangsang Panembahan
Agung Prabu Pandita Cakrakusuma Senapati ing Alaga Khalifatullah (Sultan
Mataram 1613-1645), seorang Raja yang sangat peduli dengan seni dan budaya.
Maka kala itu Sumenep diperintah oleh seorang Adipati kerabat Sultan
Agung yang bernama Kanjeng
Pangeran Ario Anggadipa tarian tersebut dihidupkan kembali sekitar
tahun 1630, diberi nama “Kambuh” dalam bahasa Jawa berarti
“terulang kembali” dan sampai detik ini terus diberi nama Kambuh dan lama
kelamaan berubah istilah menjadi tari Gambu dalam logat Sumenep.
8. Tari Beskalan
Tari Beskalan adalah salah satu tari tradisional yang berasal
dari Kabupaten Malang, Jawa Timur. Tari Beskalan ini dibawakan untuk
menyambut kedatangan tamu kehormatan yang datang kesana. Selain untuk
menyambut tamu, tari Beskalan juga sering diadakan pada pembukaan
kesenian ludruk, tetaptnya sebagai tari pembuka kedua setelah tari remo.
Tari Beskalan juga disebut dengan tari topeng malangan.
Gerakan dalam Tari Beskalan ini hampir sama dengan gerakan pada Tari
Remo, hanya saja gerakan dalam tarian ini lebih anggun, lincah dan
dinamis. Sehingga menggambarkan sisi kecantikan dan kelincahan seorang
wanita.
Tari Beskalan ini biasanya dimainkan oleh empat orang penari
wanita. Namun di acara tertentu dapat juga dimainkan oleh dua orang,
bahkan ada juga yang lebih dari empat orang. Dalam pertunjukannya penari
menggunakan busana dan tata rias khas Tari Beskalan. Pada bagian kepala
penari menggunakan sanggul yang dihias dengan cundhuk mentul. Lalu pada
bagian tubuh atas menggunakan kemben dan dipadukan dengan ilat –
ilatan. Untuk bagian bawah menggunakan celana sepanjang lutut dan
tambahan kain pada bagian depan dan belakan yang panjangnya sejajar
dengan celana. Sedangkan pada bagian kaki menggunakan kaus kaki putih
dan gongseng. Tidak lupa selendang yang di pasangkan di bahu yang
digunakan untuk attribute menari.
9. Tari Sri Panganti
Tari Sri Panganti adalah salah satu jenis kesenian tari tradisional yang
berasal dari daerah Lamongan, Jawa Timur. Kata "Sri" memiliki arti
perempuan dan kata "Panganti" memiliki arti menanti atau menunggu, yang
berarti seorang perempuan yang sedang menanti pemuda idaman.
Tari
Sri Panganti menceritakan tentang kegembiraan anak-anak yang menginjak
usia remaja yang jatuh cinta dan menanti seorang pemuda.
Gerakan tarian yang lemah gemulai menggambarkan para remaja yang
berusaha memikat sang pemuda idaman. Tarian ini biasa ditampilkan pada
acara pagelaran seni, kampoeng merdeka, wisuda, dan juga pernikahan.
Kostum yang dikenakan adalah kostum yang "soft" dan tidak mencolok. Sri
Panganti dapat ditampilkan oleh satu atau beberapa orang remaja saat
sedang "dolanan" ( bermain).
10. Tari Tanduk Majeng
Tari Tanduk Majeng berasal dari Madura, Jawa Timur. Sesuai dengan namanya, tarian ini juga diiringi lagu daerah jawa timur yaitu Tanduk Majeng. Tarian ini menggambarkan tentang para wanita Madura yang semangat untuk
menghibur suaminya.
Tari Tanduk Majeng dapat ditarikan secara individu atau kelompok.
Alat musik pengiring tari Lenggang Surabaya adalah sinden, gamelan, dll
dan biasanya ditarikan diajang perlombaan kesenian Jawa Timur. Tari
Tanduk Majeng merupakan kesenian dari Madura yang cukup terkenal. Para
penari Tanduk Majeng dilengkapi dengan gelang kecil di kedua tangannya
sedangkan kaki dipasang gelang yang besar. Dan biasanya memakai baju
warna merah dan memakai jarik (selendang khas Madura yang dipakai di
pinggang).