Filosofi Pakaian Adat Bali

Arti Filosofi yang Terkandung dalam Pakaian Adat Bali

Pada dasarnya, filosofi dan nilai yang terkandung dalam pakaian adat tradisional Bali diilhami oleh ajaran para dewa dan dewi, yang memberikan keteduhan, kedamaian, dan sukacita. Konsep dasar dari pakaian tradisional Bali adalah Tapak Dara atau disebut juga Swastika. Terdiri dari tiga bagian, yaitu:
1. Dewa Angga: dari leher ke kepala
2. Manusa Angga: dari pusar ke leher
3. Butha Angga: dari bawah pusar sampai kaki

Berdasarkan komposisi pakaian yang dikenakan, ada tiga jenis pakaian tradisional Bali, yakni: Payas Agung (mewah); Payas jangkep / Madya (lengkap); dan Payas Alit (sederhana). Setiap item dalam busana adat yang dikenakan oleh laki-laki atau perempuan memiliki makna filosofi tersendiri.

Pakaian untuk Pria:
Item pertama yang harus dipakai adalah kemben. Kemben adalah kain panjang yang menutupi pinggang sampai kaki. Dipakai dengan cara melingkarkannya dari kiri ke kanan sebagai simbol Dharma (ajaran kebenaran). Ujung bawah batas kemben berada di atas pergelangan kaki. Hal ini dimaksudkan bahwa laki-laki harus dapat bisa melangkah dengan langkah panjang, karena mereka memiliki tanggung jawab yang lebih besar daripada wanita. Lilitan kemben pada bagian depan dibuat runcing pada ujungnya dengan menghadap ke bawah, sebagai simbol maskulinitas dan menghormati ibu pertiwi.

Setelah memakai kemben, kemudian memakai saputan (selendang). Saputan dipakai untuk menutupi 3/4 dari kemben tersebut. Kain saputan dimaksudkan sebagai penutup aura maskulinitas. Agar ikatan kemben dan saputan menjadi lebih kuat, maka harus dibantu dengan selendang kecil, yang disebut Umpal. Simpul Umpal harus berada di pinggang sebelah kanan, sebagai simbol memegang kebenaran. Setelah itu, menggunakan kemeja.

Kemeja putih yang dikenakan saat pergi ke kuil merupakan simbol kemurnian, sedangkan kemeja hitam dipakai untuk menghadiri upacara Ngaben (upacara kematian) sebagai simbol berkabung. Item pakaian terakhir yang dipakai adalah Udeng (ikatan di kepala). Ada tiga jenis udeng: Udeng Jejateran (dipakai ke kuil dan kegiatan sosial), Udeng Kepak Dara (dikenakan oleh raja), dan Udeng Beblatukan (dipakai oleh para pemimpin agama). Udeng merupakan simbol pengendalian pikiran.

Pakaian untuk Wanita: 
Item pertama yang dikenakan oleh wanita adalah Kamben dengan lipatan dari kanan ke kiri (berlawanan arah dengan laki-laki) sebagai simbol Sakti (kekuatan penyeimbang laki-laki). Konsep kekuatan Sakti berarti bahwa perempuan memiliki tugas untuk menjaga orang-orang agar tidak menyimpang dari kebenaran. Setelah memakai Kamben, kemudian memakai Bulang / Stagen sebagai simbol rahim dan mempertahankan kontrol emosional. Kemudian memakai baju, yang dikenal sebagai Kebaya. Setelah itu, mereka memakai selendang. Wanita tidak memakai Udeng. Mereka harus menunjukkan keindahan rambut mereka.

Ada tiga jenis gaya rambut yang dikenal oleh perempuan Bali. Pusung Gonjer adalah gaya rambut bagi perempuan yang belum menikah. Rambut sebagian dilipat, dan sebagiannya dibiarkan tergerai. Pusung Tegel adalah gaya rambut bagi wanita yang telah menikah. Rambut harus digulung seutuhnya. Style ketiga adalah gaya rambut Pusung Podgala. Gaya rambut ini berbentuk seperti kupu-kupu dengan hiasan bunga, antara lain cempaka putih, cempaka kuning, dan bunga sandat sebagai simbol Tri Murti (Brahma, Wisnu, dan Siwa). Gaya rambut ini dikenakan pada acara seremonial tertentu.


 

0 komentar: